Jakarta – Sistem manajemen perkara yang dilaksanakan secara elektronik menjadi hal yang sangat penting untuk menjamin suksesnya pemeriksaan perkara yang efisien dan berbiaya murah. Hal ini terungkap dalam Diskusi Kelompok Kerja Manajemen Perkara Tim Pembaruan Peradilan Mahkamah Agung pada Senin (21/3) siang di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Dalam diskusi tersebut Panitera Mahkamah Agung Suhadi, SH, MH menyampaikan presentasi bahwa Mahkamah Agung tengah dalam proses menuju sistem manajemen perkara yang berbasis elektronik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung No.14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali dan adanya gagasan penggunaan barcode dalam dokumen perkara.
“SEMA No.14 Tahun 2010 menghendaki agar dokumen-dokumen permohonan kasasi dan peninjauan kembali agar disampaikan kepada Mahkamah Agung secara softcopy yang dapat berupa compact disk, flashdisk, maupun email,” terangnya.
Sedangkan, masih menurutnya, penggunaan program barcode yang ditempelkan pada berkas perkara dimaksudkan untuk memudahkan pelacakan keberadaan berkas perkara yang dimohonkan upaya hukum ke Mahkamah Agung. Hal demikian sebagaimana dicontoh dari pengadilan-pengadilan di Australia.
Permohonan Banding Elektronik
Dalam presentasinya, Registrar Federal Court of Melbourne-Australia Sia Lagos menyatakan bahwa salah satu penggunaan teknologi pada pengadilan di Australia adalah sistem banding secara elektronik yang diterapkan di FCA. “Maksudnya adalah segala berkas dokumen yang dimasukkan oleh para pihak dalam permohonan banding, disampaikan kepada pengadilan dalam bentuk elektronik yaitu dalam format portabel document format (pdf) dalam media compact disk ataupun flashdisk,” terangnya.
Diterangkan olehnya, permohonan banding disampaikan oleh para pihak kepada pengadilan tingkat pertama disertai dengan dokumen yang telah dalam bentuk elektronik. Pengadilan pertama berwenang untuk melakukan sortir terhadap dokumen-dokumen yang relevan yang akan diajukan dalam permohonan banding secara elektronik, sehingga tidak seluruh dokumen yang diajukan para pihak dapat dimasukkan dalam dokumen banding elektronik.
Dalam dokumen elektronik tersebut nantinya akan dibuat suatu appeal index yaitu sebuah aplikasi yang dapat mengidentifikasi dan mencari dokumen-dokumen banding dan juga isi yang terkandung didalamnya. Dalam appeal index juga terdapat hyperlinks sehingga pengguna dokumen, dalam hal ini hakim, dapat langsung melakukan click untuk membaca dokumen tersebut.
Disinggung mengenai kemungkinan keaslian dokumen dalam dokumen elektronik oleh salah satu anggota Pokja, CEO/Registrar Warwick Soden menyatakan bahwa di Australia terdapat Evidence Code yang mengatur mengenai pembuktian untuk semua yurisdiksi peradilan termasuk mengenai hal pengajuan dokumen banding secara elektronik.
“Walaupun secara ideal pembuktian adalah secara hardcopy yang asli, tapi di Australia biasanya melihat apa yang diatur di dalam dokumen, bukannya sekedar melihat bentuk ataupun format dokumen. Memang ada pembuktian keaslian dokumen, namun sangat jarang terjadi,” terangnya.
Diskusi ini diikuti oleh anggota Pokja Manajemen Perkara bersama Delegasi FCA yaitu Justice Michael Moore, CEO/Registrar Warwick Soden dan Registrar FCA Melbourne Sia Lagos. Turut hadir dalam diskusi tersebut Wakil Ketua Tim Pembaruan Peradilan Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH, LL.M, perwakilan dari Australian Agency for International Development (AusAID) Syaiful Syahman dan Nicola Colbran, Direktur Program Indonesia Australia Partnership for Justice (IAPJ). (ya)
sumber : pembaruanperadilan.net
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment